Senin, 08 Juni 2009

SUSILA

TRIGUNA DALAM AJARAN AGAMA HINDU:

Kalau kita perhatikan didalam kehidupan ini, Manusia memiliki bermacam-macam sifat. Dalam pergaulan kita akan lihat ada orang yang berpenampilan lemah-lembut,kasar,rajin, dan pula yang malas. Semua kecendrungan seperti itu sebenarnya ada dalam setiap diri manusia. Sifat seperti itu sesungguhnya adalah pembawaan lahir akibatadanya pertemuan purusa dengan pradana. Dalam setiap diri manusia pasti ada tiga sifat(kecendrungan) yang disebut Triguna. Triguna adalah tiga unsur-unsur sifat yang terdiri dari:
1. Satwam adalah sifat tenang.
2. Rajas adalah sifat dinamis.
3. Tamas adalah sifat lamban.
Didalam kitab Warhaspati Tattwa Sloka 15 disebutkan SBB:

Laghu prakasakam sattwam cancalam tu rajah sthitam
Tamo guru varanakam ityetaccinta laksanam.

Ikang citta mahangan mawa,yeka sattwa ngaranya,
Ikang madres mola,yeka rajah ngaranya,ikang abwat
Peteng,yeka tamah ngaranya.

Artinya:
Pikiran yang ringan dan tenang,itu sattwam namanya,yang bergerak cepet,itu rajah namanya, yang berat serta gelap,itulah tamah namanya.

Ketiga guna itu terdapat pada setiap orang, hanya saja dalam ukuran yang berbeda-beda. Orang yang lebib banyak dipengruhi guna sattwam, maka ia menjadi orang yang bijaksana, berfikir tenang, tenang, kasihsayang, lemah-lembut, dan lurus hati. Jika guna rajas lebih banyak mempengaruhi seseorang maka orang tersebut menjadi tangkas, keras, congkak, iri, bengis,. Namun bila guna tamas lebih banyak berpengaruh pada diri seseorang, maka orang tersebut lamban, malas, dan bodoh.
Triguna merupakan bagian dari prakerti/pradana, sebagai azas kebendaan. Bila purusa bertemu dengan prakerti maka triguna mulai aktif dan ingin saling menguasai. Apabila kekuatan sattwam yang mengungguli rajas dan tamas menyebabkan Atman mancapai moksa atau kelepasan. Bila sattwam dan rajas sama kuatnya menyebabkan Atman mencapai sorga. Dan jika kekuatan sattwam,rajas,dan tamas yag lebih unggul dari sattwam dan rajas, maka Atma menjelma menjadi binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sehubungan dengan penjelmaan itu perhatikan dan renungkanlah sloka berikut:

”yan sawika ikang citta, ya hetuning atma pamanggihaken kamoksan, apan ya nirmala,dumeh ya gumayaken rasaning agama lawan wekas ning guru”. (warhaspattai tattwa,20)
Artinya:
Apabila sattwa citta itu, itulah sebabnya Atma menemkan kemoksaan dan kelepasan, oleh karena ia suci, menyebabkan ia melaksanakan ajaran agama dan petuah guru.

“yapwan pada gong nikang sattwa lawan rajah, yeka matangnyan mahyun magawaya dharma denya, kadadi pwakang dharma denya kaleh, ya ta matangnyan mulih ring swargan, apan ikang sattwa mahyun ing gawe bayu, ikang rajah manglakwaken”.(wrhaspati tattwa,21).
Artinya:
Apabila sama besarnya antara sattwa dan rajah, itulah menyebabkan ingin mengamalkan dharma olehnya, berhasilah dharma itu olehnya berdua., itulah menyebabkan pulang ke sorga, sebab tattwa ingin berbuat baik, sirajah itu yang melaksanakan

“yan pada gongnya katelu, ikang sattwa, rajah, tamah, ya ta matangnyan pangjadma manusa, apan pada wineh kahyunya”.(Wrspati tattwa,22).
Artinya:
Apabila sama besarnya ketiga guna, sattwa, rajah, dan tamah itu, itulah yang menyebabkan penjelmaan manusia, karma sama memberikan kehendaknya/keinginannya.

“yapwan citta si rajah magong, krodha kewala, sakti pwa ring gawe hala, ya ta hetuning atma tibang naraka”.(Wrspati tattwa,23).
Artinya:
Apabila citta si rajah besar, hanya marah kuat, pada perbuatan jahat, iulah yang menyebabkan Atma jatuh keneraka.


“Yapwan tamah magong ring citta, ya hetuning Atma matemahan triak, ya ta dadi ikang dharmasadhana denya, an pangdadi ta ya janggama”.(Wrhaspati tattwa,24)
Artinya:
Apabila tamah yang besar pada citta, itulah yang menyebabkan Atma menjadi binatang, ia tidak dapat melaksanakan dharma olehnya, yang menyebabkan menjadi tumbuh-tumbuhan.

Dengan emperhatikanpetikan sloka trsebut di atas maka jelalah yang menyebabkan adanya perbedaan kelahiran itu adalah triguna (sattwam,rajas,tamas). Karma lahir dari triguna, dan dari karma muncul suka dan duka. Kendalikanlah guna rajas dan tamas ke arah sattwam, karena bila tamas membesar akan menyebabkan Atma menjelma menjadi binatang.
Seperti di sebutkan dari sloka di atas, setiap manusia memiliki Triguna yaitu sattwam, rajas, dan tamas. Sifat sattwam merupakan sifat baik, sifat rajas dan tamas aalah sifat yang kurang baik. Tetapi kedua jenis sifat ini harus ada dalam diri manusia, karena semua sifat-sifat tersebut menyebabkan manusia bisa maju dan mencapai tujuan. Ketiga sifat ini ada gunanya dalam diri manusia. Oleh karena itu Triguna ini sangat penting untuk dibina dan dikendalikan. Kerjasama Triguna dalam diri manusia sangat diperlukan. Ibarat sebuah mobil di dalam tersebut ada penumpang, setir, dan rem. Majikan dan penumpang adalah Atma (antahkarana sarira), setir adalah ingatan dan sopirnya adalah Triguna. Penumpang/atma akan memerintah sopirnya untuk menggerakan mobil menuju ketempat tujuan. Masing-masing bagian Triguna ini akan memegang setir. Jika setir di pegang oleh tamas maka diamlah mobil itu. Jika dikemudikan oleh rajas maka mobil akan berlari kencang,kadang-kadang tanpa perhitungan dan kurang hati-hati sehingga sering mengalami kecelakaan. Oleh karena itu sepatutnyalah mobil itu di kendalikan/di kemudikan oleh sattwam karena dialah yang sabar, hati-hati, dan seimbang. Agar mobil ini bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, maka harus bekerja sama dengan rajas agar mobil bisa bergerak. Jika sattwam dari awal sudah bekerja sama dengan tamas maka mobil tidak akan bergerak dan setirpun tidak ada gunanya. Dengan demikian kerjasama yang seimbang dari Triguna dalam tubuh manusia sangat diperlukan. Manusia harus bergerak atau berbuat (rajas) namun perbuatan itu harus dikendalikan oleh sattwam. Di lain pihak manusia juga harus beristirahat guna menjag kseimbangan tubuh (tamas).

Di dalam kehidupan manusia Triguna (satwam, rajas, dan tamas) masing-masing akan bersaing untuk saling mempengaruhi. Jika guna sattwam menang maka orang tersebut akan selalu berbuat jujur, adil, bijaksana, dan tidak mementingkan diri sendiri serta selalu berfikir positif. Jika guna rajas yang unggul menguasai medan ingatan maka diri sendiri. Jika medan ingatan lebih dikuasai oleh tamas maka orang tersebut akan kelihatan malas, acuh, mau makan tidur saja, pengotor dan bodoh. Sebagai manusia beragama dan mempunyai tujuan mulia yaitu untuk mencapai moksartham jagadhita, maka marilah kita berusaha meningkatkan diri k arah yang lebih baik dengan selalu berusaha untuk memenangkan sifat sattwam dalam diri kita


SUMBER:

BUKU PEDOMAN BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA HNDU
GENITRI

DI SUSUN OLEH: DRS. I GEDE SUPARTA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar