Kamis, 18 Juni 2009

TATTWA

SEJARAH AGAMA HINDU DI INDIA:

Agama Hindu adalah agama tertua didunia,yang masih hidup dan berkembang sangat baik sampai saat ini. Walaupun agama hindu sudah berkembang sejak tahun 5000 SM,namun ajaran dan pikirannya masih relevan dalam abd moderan ini. Agama Hindu pada awalnya muncul di lembah sungai shindu I India sebelah barat daya yang sekarang dikenal dengan nama PUNYAB. Nama Hindu sesungguhnya diambil dari kata Sindhu. Orang Persia yang mengadakan kontak ke lembah sungai Sindhu yang menyebut Sindhu dengan kata Hindu, karma mereka tidak bisa menyebut lafal s.
Ajaran agama Hindu bersifat universal dan memberikan kebebasan bagi penganut-penganutnya untuk mengayati dan merasakan sari-sari ajaranya. Dengan ajaran sifat universal, agama Hindu bukanlah agama dengan satu golongan saja, oleh karena ajaran agama Hindu mengajarkan ajaran yang universal, maka ajaran yang selalu segar dan benar serta dapat ditrima sepanjang masa.
Eredaran dan perubahan jaman tidak akan menyebabkan agama Hindu ketinggalan dan ditinggalkan, karena kebenaran abadi tidak luput oleh jaman. Namun agama Hindu selalu menerima perubahan-perubahan penggunaan sarana akibat perkembangan zaman.
Mengenai sejarah perkembangan agama Hindu di India dapat di bagi menjadi beberapa fase/zaman yaitu: Zaman Weda,Zaman Brahmana, Zaman Upanisad.

1. Perkembangan Agama Hindu di India Pada Zaman Weda
Zaman Weda adalah zaman diturunkannya ajaran Weda (Wahyu) oleh Ida Sang Hyang Widhi dan ditrima oleh para Maha Rsi. Penurunan Weda ini sesungguhnya dalam kurun waktu yang sangat panjang. Kata Weda berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata “vid” yang berarti mengetahui. Jadi kata Weda berarti Pengetahuan, yaitu pengetahuan suci dari Sang Hyang Widhi Wasa.
Zaman Weda di India di mulai dengan datangnya bangsa arya ke India urang lebih 1500 SM, bertempat di lembah sungai Sindhu. Bangsa Arya adalah bangsa yang berasal dari Austria, Hongaria, dan Babylonia. Mereka dating ke India melalui laut hitam menuju selat Bosporus. Di selat Bosporus bangsa Arya berpisah menuju dua arah yaitu ke utara menuju India dengan membawa kebudayaan Weda dan ketimur menuju iran dengn membawa kebudayaan Awesta. Masa perpindahan bangsa arya menuju India dan iran diselat Bosporus di sebu fase indo-iran.
Sebelum mengalami perpisahan, bangsa Arya pada mulanya mengalami hidup bersama. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kata yang sama dalam kitab Weda dan Awesta antara lain sbb:

Pada Weda:
Soma
Sindhu
Bhagawan
Aramati
Vayu
Mitra
Pada Awesta
Hauma
Hindu
Bhaga
Araiti
Wayu
Mitri




2. Perkembangan Agama Hindu di India Pada Zaman Brahmana
Zaman Brahmana ditandai dengan munculnya kitab suci Brahmana yaitu bagian Weda yang berisi tentang peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban keagamaan. Kitab Brahmana juga disebut Karma Kanda yang disusun dalam bentuk Prosa. Kata Brahmana berasal dari kata “Brahman” yang berarti Doa yaitu ucapan-ucapan suci yang diucapkan oleh Brahmana pada waktu melaksanakan korban suci.
Pada zaman Brahmana kehidupan beragama yang lebuh ditonjolkan adalah pelaksanaan korban suci/yadnya.dengan demikian segala sesuatunyadiaur berdasarkan korban suci/pelaksanaan upacara yadnya,akibat dari penonjolan pelaksanaan yadnya,maka fungsi dari peranan para Brahmana semakin penting,dan masyarakat bergantung sepenuhnya pada para brahmana.
Dalam pelaksanaan upacara yadnya pada zaman brahmana selalu disertai dengan upacara mantra-mantra Weda yang dirapalkan oleh pendeta catur (sruti). Pendeta yang merapalkan/mengucapkan reg Weda disebut Hotr, untuk sama Wedadisebut Udgatr, untuk yajur Weda disebut Adwaryu, dan untuk atarwa Weda disebut Brahman.
Disampin semaraknya pelaksanaan upacara di India, pad zaman itu juga terjadi pengklasifikasian masyarakat sesuai denganprofesinya menjadi 4(empat) warna/golongan. Keempat warna/golongan tersebut disebut catur warna, yang terdiri dari:
a. Warna/golongan Brahmana terdiri dari orang-orang suci
b. Warna/golongan Ksatrya yaitu meeka yang memegang pmerintahan
c. Wrna/golongan Wesya yaitu yang memiliki keahlian berdagang
d. Warna/golongan Sudra yaitu yang menolong ketiga golongan diatas
pada zaman Brahmana Agama Hindu berkembng sampai ke India tengah yaitu di dataran tinggi Dekan dan lembah Yamuna. Di tempat ini pula ditulis peraturan-peraturan mengenai tuntunan tentang kehidupan (tata susila). Peraturan dan tuntunan ini ditulis berdasarkan kitab Weda sruti, sehingga isinya tidak perlu di ragukan kebenarannya.
Selama kurun waktu zaman Brahmana kegiatan keagamaan ditekankan pada pembuatan persembahan sesaji, sehingga periode ini disebut dengan zaman Brahmana.

3. Perkembangan Agama Hindu di India Pada Zaman Upanisad
Kehidupan beragama Hindu pada zaman Upanisad bersumber pada ajaran-ajaran kitab Upanisad yang tergolong sruti dijelaskan secara pilisofis. Konsep keyakinan terhadap panca sradha dijadikan titik tolak pembahasan oleh para Rsi dan para arif bijaksana. Disamping itu, tujuan hidup yang disebut catur purusa artha(dharma,artha,kama,dan moksa) di formolasikan menjadi lebih jelas.
Zaman Upanisad berlangsung sejak tahun 800 SM. Agama hindi yang berkembang di dataran tinggi dekan dan lembah Sungai Yamuna, terus meluas ke lembah sungai Gangga adalah daerah yang di huni oleh penduduk dengan sumber kehidupan beraneka ragam, namun yang utama adalah berdagang. Dengn pola pikir perekonomian penduduk lembah sungai gangga tidak menginginkan praktek kehidupan beragama secara upacara yang brlebihan.
Kata upanisad berasal dari bahasa sanskerta dari akar kata upa yang berarti dekat, ni berarti guru/pemimpin dan sad artinya duduk. Upanisad berarti duduk dekat guru untuk mendengarkan ajara-ajaran suci kerohanian. Upanisad mengajarkan tentang bagaimana caranya mengatasi kegelapan jiwa untuk akhirnya menemukan “sat cit ananda” (kesadaran dan kebahagiaan).
Penerapan ajaran tattwa/filsafat agama hindu dimulai sejak zaman Upanisad. Pandangan yang menonjol pada zaman ini yaitu suatu ajaran yang bersifat monistis dan absoluteisme, yang artinya ajara yang mengajarkan bahwa egala sesuatu yang bermacam-macan ini dari satu asal yang disebut “brahman”.
Melalui Upaniasad yaitu duduk dekat dengan guru untuk menerima wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia. Ajaran-ajaran tersebut diberikan kepada murid-muridnya yang setia dan patuh secara terbatas di hutan.
Ajaran Upanisad juga disebut Rhasiopadesa atau Aranyaka yang berarti ajaran rahasia yang ditulis di hutan. Mengenai isi pokok upanisad adalah hakekat panca sradha tattwa. Jumlah semua upanisad ada 108 buah dan setiap weda samhita memiliki upanisad tersendiri yaitu:
-Rg Weda memiliki : Aiteria Upanisad
Kausitaki Upanisad
-Sama Wed memiliki : Candogya Upanisad
Kena Upanisad
Matreyi Upnisad
-Yajur Weda memiliki : Taittiriya Upanisad
Suetaspatara Upanisad
Ksurika Upanisad
Brhadakanyaka Upanisad
Jabala Upanisad
-Atharwa Weda memiliki: Prasna Upanisad
Mandukya Upanisad
Atharwasira Upanisad

Tuntunan keagamaan pada jaman Upanisad diarahkan untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan duniawi dan kembali keasal untuk bersatu dengan sang pencipta.
Pada saman Upanisad berkembang 9 (sembilan) aliran pilsafat yang dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu:

a. Kelompok Astika adalah aliran pilsafat yang sepenuhnya mengikuti kebenaran weda sebagai sumber ajaran untuk percaya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Yang termasuk kelompok astika adalah:
-Wedanta
-Mimamsa
-Nyaya
-Samkhya
-Waisesika
-Yoga

b.Kelompok Nastika adalah aliran yang tidak mengikuti kebenaran weda sebagai sumber ajaran untuk percaya kepada Ida Sang Hyang Widhi. Yang termasuk kelompok Nastika adalah:
-Carwakas
-Buddha
-Jaina
Demikianlah perkembangan Agama Hindu pada zaman Upanisad, merupakan periode penyasunan kehidupan beragama Hindu melalui pilsafat.



SUMBER:

BUKU PEDOMAN BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA HNDU
GENITRI

DI SUSUN OLEH: DRS. I GEDE SUPARTA.

Senin, 08 Juni 2009

SUSILA

TRIGUNA DALAM AJARAN AGAMA HINDU:

Kalau kita perhatikan didalam kehidupan ini, Manusia memiliki bermacam-macam sifat. Dalam pergaulan kita akan lihat ada orang yang berpenampilan lemah-lembut,kasar,rajin, dan pula yang malas. Semua kecendrungan seperti itu sebenarnya ada dalam setiap diri manusia. Sifat seperti itu sesungguhnya adalah pembawaan lahir akibatadanya pertemuan purusa dengan pradana. Dalam setiap diri manusia pasti ada tiga sifat(kecendrungan) yang disebut Triguna. Triguna adalah tiga unsur-unsur sifat yang terdiri dari:
1. Satwam adalah sifat tenang.
2. Rajas adalah sifat dinamis.
3. Tamas adalah sifat lamban.
Didalam kitab Warhaspati Tattwa Sloka 15 disebutkan SBB:

Laghu prakasakam sattwam cancalam tu rajah sthitam
Tamo guru varanakam ityetaccinta laksanam.

Ikang citta mahangan mawa,yeka sattwa ngaranya,
Ikang madres mola,yeka rajah ngaranya,ikang abwat
Peteng,yeka tamah ngaranya.

Artinya:
Pikiran yang ringan dan tenang,itu sattwam namanya,yang bergerak cepet,itu rajah namanya, yang berat serta gelap,itulah tamah namanya.

Ketiga guna itu terdapat pada setiap orang, hanya saja dalam ukuran yang berbeda-beda. Orang yang lebib banyak dipengruhi guna sattwam, maka ia menjadi orang yang bijaksana, berfikir tenang, tenang, kasihsayang, lemah-lembut, dan lurus hati. Jika guna rajas lebih banyak mempengaruhi seseorang maka orang tersebut menjadi tangkas, keras, congkak, iri, bengis,. Namun bila guna tamas lebih banyak berpengaruh pada diri seseorang, maka orang tersebut lamban, malas, dan bodoh.
Triguna merupakan bagian dari prakerti/pradana, sebagai azas kebendaan. Bila purusa bertemu dengan prakerti maka triguna mulai aktif dan ingin saling menguasai. Apabila kekuatan sattwam yang mengungguli rajas dan tamas menyebabkan Atman mancapai moksa atau kelepasan. Bila sattwam dan rajas sama kuatnya menyebabkan Atman mencapai sorga. Dan jika kekuatan sattwam,rajas,dan tamas yag lebih unggul dari sattwam dan rajas, maka Atma menjelma menjadi binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sehubungan dengan penjelmaan itu perhatikan dan renungkanlah sloka berikut:

”yan sawika ikang citta, ya hetuning atma pamanggihaken kamoksan, apan ya nirmala,dumeh ya gumayaken rasaning agama lawan wekas ning guru”. (warhaspattai tattwa,20)
Artinya:
Apabila sattwa citta itu, itulah sebabnya Atma menemkan kemoksaan dan kelepasan, oleh karena ia suci, menyebabkan ia melaksanakan ajaran agama dan petuah guru.

“yapwan pada gong nikang sattwa lawan rajah, yeka matangnyan mahyun magawaya dharma denya, kadadi pwakang dharma denya kaleh, ya ta matangnyan mulih ring swargan, apan ikang sattwa mahyun ing gawe bayu, ikang rajah manglakwaken”.(wrhaspati tattwa,21).
Artinya:
Apabila sama besarnya antara sattwa dan rajah, itulah menyebabkan ingin mengamalkan dharma olehnya, berhasilah dharma itu olehnya berdua., itulah menyebabkan pulang ke sorga, sebab tattwa ingin berbuat baik, sirajah itu yang melaksanakan

“yan pada gongnya katelu, ikang sattwa, rajah, tamah, ya ta matangnyan pangjadma manusa, apan pada wineh kahyunya”.(Wrspati tattwa,22).
Artinya:
Apabila sama besarnya ketiga guna, sattwa, rajah, dan tamah itu, itulah yang menyebabkan penjelmaan manusia, karma sama memberikan kehendaknya/keinginannya.

“yapwan citta si rajah magong, krodha kewala, sakti pwa ring gawe hala, ya ta hetuning atma tibang naraka”.(Wrspati tattwa,23).
Artinya:
Apabila citta si rajah besar, hanya marah kuat, pada perbuatan jahat, iulah yang menyebabkan Atma jatuh keneraka.


“Yapwan tamah magong ring citta, ya hetuning Atma matemahan triak, ya ta dadi ikang dharmasadhana denya, an pangdadi ta ya janggama”.(Wrhaspati tattwa,24)
Artinya:
Apabila tamah yang besar pada citta, itulah yang menyebabkan Atma menjadi binatang, ia tidak dapat melaksanakan dharma olehnya, yang menyebabkan menjadi tumbuh-tumbuhan.

Dengan emperhatikanpetikan sloka trsebut di atas maka jelalah yang menyebabkan adanya perbedaan kelahiran itu adalah triguna (sattwam,rajas,tamas). Karma lahir dari triguna, dan dari karma muncul suka dan duka. Kendalikanlah guna rajas dan tamas ke arah sattwam, karena bila tamas membesar akan menyebabkan Atma menjelma menjadi binatang.
Seperti di sebutkan dari sloka di atas, setiap manusia memiliki Triguna yaitu sattwam, rajas, dan tamas. Sifat sattwam merupakan sifat baik, sifat rajas dan tamas aalah sifat yang kurang baik. Tetapi kedua jenis sifat ini harus ada dalam diri manusia, karena semua sifat-sifat tersebut menyebabkan manusia bisa maju dan mencapai tujuan. Ketiga sifat ini ada gunanya dalam diri manusia. Oleh karena itu Triguna ini sangat penting untuk dibina dan dikendalikan. Kerjasama Triguna dalam diri manusia sangat diperlukan. Ibarat sebuah mobil di dalam tersebut ada penumpang, setir, dan rem. Majikan dan penumpang adalah Atma (antahkarana sarira), setir adalah ingatan dan sopirnya adalah Triguna. Penumpang/atma akan memerintah sopirnya untuk menggerakan mobil menuju ketempat tujuan. Masing-masing bagian Triguna ini akan memegang setir. Jika setir di pegang oleh tamas maka diamlah mobil itu. Jika dikemudikan oleh rajas maka mobil akan berlari kencang,kadang-kadang tanpa perhitungan dan kurang hati-hati sehingga sering mengalami kecelakaan. Oleh karena itu sepatutnyalah mobil itu di kendalikan/di kemudikan oleh sattwam karena dialah yang sabar, hati-hati, dan seimbang. Agar mobil ini bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, maka harus bekerja sama dengan rajas agar mobil bisa bergerak. Jika sattwam dari awal sudah bekerja sama dengan tamas maka mobil tidak akan bergerak dan setirpun tidak ada gunanya. Dengan demikian kerjasama yang seimbang dari Triguna dalam tubuh manusia sangat diperlukan. Manusia harus bergerak atau berbuat (rajas) namun perbuatan itu harus dikendalikan oleh sattwam. Di lain pihak manusia juga harus beristirahat guna menjag kseimbangan tubuh (tamas).

Di dalam kehidupan manusia Triguna (satwam, rajas, dan tamas) masing-masing akan bersaing untuk saling mempengaruhi. Jika guna sattwam menang maka orang tersebut akan selalu berbuat jujur, adil, bijaksana, dan tidak mementingkan diri sendiri serta selalu berfikir positif. Jika guna rajas yang unggul menguasai medan ingatan maka diri sendiri. Jika medan ingatan lebih dikuasai oleh tamas maka orang tersebut akan kelihatan malas, acuh, mau makan tidur saja, pengotor dan bodoh. Sebagai manusia beragama dan mempunyai tujuan mulia yaitu untuk mencapai moksartham jagadhita, maka marilah kita berusaha meningkatkan diri k arah yang lebih baik dengan selalu berusaha untuk memenangkan sifat sattwam dalam diri kita


SUMBER:

BUKU PEDOMAN BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA HNDU
GENITRI

DI SUSUN OLEH: DRS. I GEDE SUPARTA.

UPACARA

PERSEMBAHAN DAN PEMUJAAN KEHADAPAN PARA DEWA BERDASARKAN PERHITUNGAN SASIH.

Persembahan dan pemujaan kehadapan para dewa berdasarkan sasih di antaranya sebagai berikut:

1. Hari Purnama dan Tilem.
Sasih menurut perhitungan agama Hindu “Wariga ada 12 banyaknya, antara lain: Kasa, Karo,Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kadasa, Jyestha, dan Sada. Setiap sasih terjadi setiap satu kali purnama dan satu kali tilem. Pada umumnya setiap sasih memiliki jumlah hari sebanyak tiga puluh hari sehari setelah purnama disebut panglong, dan sehari setelah tilem disebut penanggal.
Hari purnama merupakan hari beryoganya Sang Hyang Candra atau Bulan. Pada saat itu umat hendaknya mengadakan persembahan dan pemujaan kehadapan Sang Hyang Candra, guna memohon panugrahan keselamatan, kesucian lahir batin dan kesjukan pikiram, kata-kata serta perilaku. Persembahyangan hendaknya dilakukan di tempat-tempat suci oleh umat sedharma dengan terlebih dahulu menghaturkan canang.
Sedangkan pada hari Tilem merupakan beryoganya Sang Hyang Baskara (Batara Surya). Pada saat ini umat patut melaksanakan persembahyangan dan pemujaan yang di tunjukan kehadapan Sang Hyang Baskar, guna memohon anugerah keselmatan, penerangan, lahir batin dan ketajaman pikiran. Dengan demikian maka hidup kita ini akan menjadi penuh semangan dalam mewujudkan kebahagiaan dan kesejahtraan dalam hibup.
Pada hari raya Purnama dan Tilem selain melaksanakan persembahyanganjuga merupakan hari yang angat baik bagi umat sedharma untuk melakukan yoga, tapa dan brata.

2. Hari siwaratri.
Hari siwaratri dirayakan setiap setahun sekali, yaitu pada hari Purwaning Tilem Sasih Kapitu. Hari Siwaratri merupakan beryoganya Batara Siwa. Umat Hindu hendaknya mengadakan persembahyangan dan pemujaan atau persembahyangan ehadapa Batara Siwa untuk memohon keselamatan, kesucian lahir dan batin serta terbebasnya pikiran kiti dari kegelapan. Pemujaan hendaknya dilakukan di tempat-tempat suci seperti pura,sanggah atau merajan. Selain mengadakan persembahyangan, pada hari ini sangat baik bagi umat untuk melakukan tapa, brata, yoga dan Samadhi, guna memohon pengampunan atas dosayang dilakukan.

3. Hari Nyepi.
Hari Nyepi (Tahun Baru Caka) dilaksanakan setiap tahun sekali,yaitu pada penanggal apisan(pertama) sasih kadasa. Sehari sebelum hari raya nyepi di leksanakan upacara Pengrupukan dan Tawur Agung pada setiap catur peta (perempatan) desa/wilayah. Sebelum upacara catur dilaksanakan upacara makiis ke segara (laut) atau sumber mata air,dengan tujuan untuk menyucikan pralingga Ida Batara yang disungsung oleh umat.
Pada hari umat sedharma melaksanaka persembahyangan di tempat suci masing-masing, memuja kebesaran Tuhan Hyang Maha Esa/Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya yang telah menciptakan, memelihara, dan menetralisir alam semestabeserta isinya. Disamping itu umat sangat baik jika melaksanakan bratha, upawasa, monabratha, amati: lelungan, lelanguan, karya dan amati geni. Dengan demikian terciptalah kesucian dan keheningan pada masing-masing pribadinya. Brata berate mengenang kekosongan.

Disamping itu ada juga persembahan dan pemujaan yang dilakukan saat ada kejadian tertentu antara lain:

1. Saat Terjadi Gerhana.
Gerhana matahari dan bulan terjadi adalah merupakan saat Sang Hyang Baskara dan Sang Hyang Candra sedang melakukan pemujaan dan persembahan dengan ditunjukan kehadapan Sang Hyang Baskara dan Sang Hyang Candra. Tujuannya adalah untuk memohon keselamatan alam semesta beserta isinya. Disamping itu umat sedharma hendaknya melaksanakan yoga dan Samadhi memohon kesucian lahir dan batin.

2.upacara Mantenin
Setelah dilaksanakan panen “umat Petani” hasil panennya berupa padi biasanya disimpan pada sebuah lumbung (tempat penyimpanan padi) oleh petani. Selanjutnya dilakukan upacara yang disebut “mantenin” Pelaksanaan upacara ini ditunjukan kepada Dewi Sri, dengan tujuan menyampaikan rasa syukur dan terimakasi atas keberhasilannya sebagai petani. Umat melakukan persembahyangan kehadapan Dewi Sri yang juga disebut sakti dari Dewa Wisnu, memohon agar bliau senantiasa memberkahi keberhasilannya dan hemat dalam penggunaannya sehari-hari.

3. Upacara Mendirikan Tempat Suci.
Upacara ini dilaksanakan oleh umat yang akan mendirikan tempat suci sebagai istana Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya. Didahului dengan upacara mapiuning kehadapanya, mohon petunjuk agar bliau berkenan memberikan tutuntunan kepada umadnya. Biasanya tempap suci didirikan pada arah hulu dan pada tanah yang berbau harum. Dalam upacara ini dipimpin oleh orang suci. Dilanjutkan dengan melaksanakan persembahyangan bersama dan setelah itu memasang (mulang) dasar.

SUMBER:

BUKU PEDOMAN BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA HNDU
GENITRI

DI SUSUN OLEH: DRS. I GEDE SUPARTA